Berbeda
dengan hal lain di dunia ini, sebuah ide startup yang
baik justru tidak bisa dicari, namun ia bisa ditemukan. Kamu tidak bisa
mendapatkan ide startup dengan cara duduk diam, memandang ke
luar jendela, dan merenungkan hal seperti apa yang ingin kamu buat. Menurut
Co-Founder Y Combinator Paul Graham, kamu hanya bisa mendapatkan ide startup yang
potensial dengan cara melatih otak kamu agar bisa secara otomatis
mengidentifikasi ide yang baik dan ide yang buruk. Dengan begitu, kamu akan
menemukannya secara tidak sadar.
Mungkin kita
bisa menganalogikan pencarian ide startup dengan pencarian
jarum di tumpukan jerami. Kamu tidak akan bisa menemukannya dengan cara memilah
jerami satu per satu. Namun bila kamu mengantongi sebuah magnet dan berjalan di
antara tumpukan jerami tersebut, ada kemungkinan besar kamu akan menemukannya secara
tidak sadar.
Apabila kamu
tetap memaksakan diri untuk mencari sebuah ide startup, kamu justru
hanya akan menghasilkan ide yang kurang baik.
Kamu akan
memikirkan sebuah ide yang tidak hanya buruk, namun ide tersebut juga telah
terbalut dengan hal-hal manis sehingga bisa menipu diri kamu dan orang lain
Paul
Graham, Founder Y Combinator
Lalu
bagaimana cara terbaik untuk mengidentifikasi sebuah ide startup yang
potensial? Berikut ini adalah beberapa karakter dari sebuah ide yang baik, dan
bisa menjadi pedoman kamu.
Ide tersebut
biasanya terkesan remeh dan buruk
Hal ini
memang terdengar aneh, namun ide startup yang baik biasanya
justru terkesan seperti ide yang buruk pada awalnya.
Tidak
percaya? Coba bayangkan ketika sudah ada dua belas layanan mesin pencari (search
engine) yang semuanya hadir sebagai portal web , akankah kamu menggunakan
layanan baru yang justru hadir tanpa layanan portal web? Ketika MySpace tengah
berjaya, akankah kamu percaya bahwa akan ada media sosial baru yang bisa
menantang MySpace meski hanya menyasar mahasiswa yang tidak mempunyai uang?
Faktanya,
itulah ide startup yang kemudian terealisasi sebagai Google dan Facebook.
Mengapa hal
ini bisa terjadi? Karena apabila sebuah ide startup terdengar
sangat bagus, sangat sempurna dan terkesan tanpa cela, maka bisa dipastikan
sudah ada banyak orang yang memikirkan ide tersebut dan coba
merealisasikannya.
Sedangkan ide
yang “buruk”, biasanya hanya akan dijalankan oleh sangat sedikit orang. Mereka pun
hanya memperlakukannya sebagai proyek sampingan yang mereka jalankan di waktu
luang atau akhir pekan. Mereka baru akan menyadari potensi
dari ide tersebut ketika ia tumbuh dengan sangat cepat. Di titik tersebut,
barulah mereka mencurahkan seluruh waktu mereka, dan fokus mengembangkan
ide itu.
Karena itu,
dibanding mencari-cari hal baru yang ingin kamu bentuk menjadi sebuah startup,
ada baiknya kalau kamu mulai memikirkan seluruh proyek sampingan yang tengah
kamu lakukan saat ini. Mungkin justru proyek sampingan
tersebut yang nantinya bisa membawa kamu menjadi founder startup sukses.
Ide tersebut
terkesan tidak layak untuk menjadi perusahaan besar
Selain ide
yang buruk, para founder startup juga sering mengabaikan
ide-ide yang menurut mereka tidak akan pernah menjadi startup unicorn (bernilai
di atas Rp13,5 triliun). Mereka pun menganggap remeh ide yang hanya mengincar
pasar yang kecil, atau ide yang sulit untuk dimonetisasi. Padahal, mungkin
justru ide tersebutlah yang akan menjadi startup besar.
Menurut Paul
Graham, potensi kesuksesan sebuah startup seharusnya tidak perlu terlalu
dipikirkan sejak awal. Hal itu seharusnya kamu uji coba secara langsung di
kehidupan nyata.
Yahoo,
Google, Facebook, dan Apple, semuanya tidak didesain untuk menjadi perusahaan.
Mereka awalnya hanya merupakan proyek sampingan
Paul
Graham, Founder Y Combinator
Sebaiknya
pilih ide yang mengincar pasar spesifik
Ada kalanya
kamu bingung antara dua pilihan ide, yaitu sebuah ide yang mengincar pasar yang
besar namun hanya menarik sedikit keuntungan dari setiap pengguna, atau ide
lain yang mengincar keuntungan besar dari setiap pengguna, namun hanya
mengincar pasar yang kecil.
Jumlah total
keuntungan yang akan kamu terima dari kedua ide tersebut mungkin relatif sama,
namun Graham justru mengajurkan kamu untuk memilih ide yang kedua.
Terkadang,
ide yang awalnya terlihat hanya mengincar pasar yang kecil, sebenarnya justru
mempunyai potensi pasar besar yang tidak disadari oleh sang founder. Airbnb misalnya, yang dirancang hanya untuk
platform penyewaan penginapan selama masa konvensi partai politik. Namun
ternyata konsep yang sama juga berlaku untuk industri wisata dunia, sesuatu
yang tidak terpikirkan oleh para founder Airbnb di awal.
Beberapa
teknik early validation
Setelah
membaca penjelasan di atas, mungkin kamu akan bertanya-tanya, bagaimana
membedakan ide yang buruk namun sebenarnya mempunyai potensi, dengan ide yang
memang benar-benar buruk. Untuk meyakinkan diri kamu tentang potensi sebuah ide
startup, kamu bisa mencoba beberapa teknik early validation berikut:
1. Prototype
Test
Untuk
melakukan tes ini, coba buat prototipe sederhana dari produk atau layanan yang
akan kamu buat. Bila kamu ingin membuat sebuah aplikasi mobile,
coba buat prototipe sederhana dengan Microsoft PowerPoint atau Keynote. Startup tanah
air yang memungkinkan transfer antar bank secara gratis, Flip,
bahkan sempat menguji coba layanan mereka dengan menggunakan Google Forms.
Kemudian,
perlihatkan prototipe tersebut kepada calon pengguna kamu, dan lihat reaksi
mereka.
2. Landing
Page Test
Untuk
melakukan tes ini, kamu tidak perlu membuat prototipe. Kamu hanya perlu membuat
sebuah halaman situs dengan informasi tentang produk atau layanan yang
akan kamu buat (meski kamu sama sekali belum membuatnya). Jangan lupa sertakan
fungsi yang memungkinkan pengguna untuk memasukkan email jika
mereka tertarik dengan produk atau layanan tersebut.
Contoh,
apabila kamu hendak membuat sebuah layanan belajar cryptocurrencysecara online. Tampilkan
beberapa screenshot yang menunjukkan seolah-olah layanan
tersebut sudah selesai dibuat dan tinggal menunggu waktu untuk diluncurkan.
Kemudian masukkan kata-kata seperti ini:
“Layanan kami akan segera
tersedia untuk Anda. Jika Anda tertarik dengan layanan ini, masukkan email Anda
di kolom berikut.”
Saat ini,
situs dengan fungsi seperti itu bisa kamu buat hanya dalam waktu beberapa
menit, dengan memanfaatkan layanan pembuatan landing page seperti Unbounce.
Setelah dibuat, jangan lupa promosikan halaman tersebut dengan memanfaatkan
fitur iklan di Facebook atau Instagram. Karena ini hanya tes, kamu tidak perlu
mengeluarkan biaya yang terlalu banyak, cukup antara Rp100 ribu hingga Rp500
ribu saja.
Lalu apa
tujuan dari melakukan tes ini?
Nantinya,
kamu akan mengetahui berapa persen pengguna Facebook atau Instagram yang
tertarik dengan iklan produk atau layanan kamu. Dan
dari jumlah alamat email yang masuk, kamu pun akan mengetahui
pula berapa persentase orang yang benar-benar ingin langsung menggunakan
layanan yang akan kamu buat. Data ini bisa menjadi acuan bagi kamu untuk
melanjutkan membuat produk dan layanan tersebut atau tidak.
3.
Etnographic Test
Etnografi
merupakan penelitian ilmiah tentang kebiasaan dan pola hidup
masyarakat di daerah tertentu. Beberapa peneliti etnografi bahkan sampai
tinggal bersama selama beberapa waktu dengan masyarakat yang menjadi objek
penelitian, demi mendapatkan kesimpulan yang lebih valid.
Dengan
penelitian ini, kamu bisa mengetahui dengan jelas apakah masyarakat di suatu
daerah akan menggunakan sebuah produk dan layanan baru atau tidak. Sayangnya,
proses ini biasanya memakan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit, sehingga
kurang cocok untuk founder startup pemula.
Namun kamu
bisa coba mengikutinya dengan cara yang lebih sederhana, seperti dengan
melakukan wawancara mendalam dengan calon pengguna kamu. Dari situ, kamu pun
bisa coba menelaah apakah ia akan bersedia menggunakan produk dan layanan yang
akan kamu buat atau tidak.
Bagaimana
bila tetap gagal?
Telah
mendapat ide sesuai kriteria di atas, dan merasa berhasil ketika
melakukan early validation, namun produk atau layanan yang telah
dibuat tidak juga berhasil menggaet banyak pengguna? Ada tiga kemungkinan:
Pertama,
memang ide tersebut tidak / belum cocok dengan masyarakat tanah air.
Kedua,
mungkin ide tersebut butuh sedikit perubahan (pivot).
Ketiga,
mungkin kamu mengeksekusinya dengan cara yang salah.
Khusus untuk
kemungkinan ketiga, Presiden Y Combinator Sam Altman punya pernyataan yang
menarik. Menurutnya, eksekusi yang baik itu 10 kali lebih penting dan 100
kali lebih berat dibandingkan sebuah ide yang brilian.
Karena itu,
apabila kamu ingin membuat startup, jangan terlalu lama memikirkan
ide. Coba jalankan sesuatu, dan apabila kamu mengahadapi hambatan besar,
lakukan pivot. Apabila kamu justru menemukan masalah baru,
tidak ada salahnya untuk menutup startup yang saat ini kamu
kembangkan untuk membuat startup baru.
Yang pasti,
kamu harus mengetahui setiap kesalahan yang kamu buat di startup sebelumnya,
dan menjadikannya sebagai pelajaran ketika kamu membuat startup berikutnya.
Cara sistematis mendapatkan ide startup
Saya yakin
beberapa dari kamu ada yang merasa tidak puas dengan penjelasan di atas. Kamu
tidak ingin berdiam diri dan menunggu ide startup datang
kepada kamu seperti ilham turun dari langit. Kamu ingin melakukan sesuatu untuk
mendapatkan ide startup potensial tersebut.
Untuk itu,
saya pun membuat beberapa hal yang bisa kamu coba lakukan untuk
bisa menemukan sebuah ide startup yang baik.
Cari masalah
yang kamu alami
Ide startup yang
paling baik adalah ide yang kamu sendiri bisa merasakan manfaatnya. Karena itu,
cobalah cari ide dari aktivitas atau pekerjaan yang biasa kamu lakukan.
Namun sebagai
perhatian, kamu jangan fokus mencari sebuah “ide startup“. Kamu
justru harus memulai dengan memikirkan masalah apa yang kamu alami. Solusi
dari masalah tersebut, otomatis akan menjadi sebuah ide startup yang
bisa kamu jalankan.
Setelah
menemukannya, coba tanyakan kepada orang lain apakah mereka merasakan masalah
yang sama dan menginginkan solusi yang serupa. Apabila iya, maka kamu tahu
bahwa ada kebutuhan akan ide startup tersebut.
Cari masalah
yang dialami oleh orang lain
Bila kamu
tidak bisa menemukan masalah dari aktivitas yang kamu jalankan, kamu bisa
beralih mencari masalah yang tengah dialami oleh orang lain. Kamu bisa
melakukannya dengan cara berkeliling, berdiskusi dengan banyak orang, dan
menggali masalah apa yang paling mereka rasakan saat ini.
Namun jangan
membuatnya seolah-olah kamu sedang melakukan wawancara atau riset. Buatlah
agar diskusi tersebut terkesan seperti obrolan biasa, sehingga orang yang kamu
tanya bisa lebih jujur dan terbuka ketika menjawab.
Apabila kamu
mendapatkan sebuah ide dari diskusi tersebut, kamu biasanya tidak akan
mengetahui bagaimana cara terbaik untuk mengeksekusinya. Kamu pun mungkin tidak
tahu apakah memang ada banyak orang yang mengalami masalah serupa. Karena
itu, kamu pun harus mencoba untuk menyelami lebih dalam, baik dengan cara
menyewa konsultan atau secara langsung merasakan masalah tersebut.
Seorang founder asal
Amerika Serikat yang bernama Rajat Suri pernah ingin membuat software
untuk restoran. Untuk itu, ia pun sampai mencoba bekerja sebagai pelayan
restoran selama beberapa waktu untuk mengetahui bagaimana cara sebuah restoran
bekerja.
Cari bisnis
yang sedang mengalami kemunduran
Hal lain yang
bisa kamu coba untuk menemukan ide startup potensial adalah
dengan melihat industri yang sedang mengalami penurunan. Mengapa? Karena
artinya ada sebagian masyarakat yang akan kehilangan produk atau
layanan yang sebenarnya mereka butuhkan.
Ambil contoh
industri media. Kita telah melihat banyak media cetak yang berhenti beroperasi.
Hal ini menyebabkan banyak pelanggan mereka, yang tetap membutuhkan asupan
informasi, tentu membutuhkan sumber informasi baru. Hal ini tentu bisa menjadi
masalah yang kamu selesaikan dengan cara membuat startup.
Baru-baru ini
kita pun melihat beberapa perusahaan retail yang menutup toko dan menghentikan
layanan, mungkin hal ini juga bisa kamu jadikan dasar untuk membuat
sebuah startup baru.
Cari startup dan
teknologi yang sudah berjalan di negara lain
Bila kamu
tidak juga bisa menemukan ide startup yang potensial dengan
cara-cara di atas, kamu mungkin bica mencoba melihat startup yang
telah berjalan dengan sukses di negara lain. Coba cari apa masalah yang mereka
selesaikan, dan cari tahu apakah masalah yang sama juga terjadi di tanah air.
Namun ketika
melakukan ini, kamu harus berhati-hati karena karakter masyarakat di Indonesia
tentu berbeda dengan masyarakat di negara lain. Oleh karena itu, layanan atau
produk yang sukses di negara lain, belum tentu berhasil di tanah air.
Selain
melihat startup yang telah berjalan, kamu pun bisa melihat teknologi-teknologi
baru yang cukup populer di luar negeri, seperti blockchain, AI, dan printer 3
dimensi. Dengan begitu, kamu pun bisa coba melakukan uji coba untuk menerapkan
teknologi yang sama di tanah air.
Berikut ini
adalah beberapa link yang bisa kamu kunjungi untuk menemukan ide startup baru.
Cari tren
terbaru lewat Google dan Facebook
Hal lain yang
bisa kamu lakukan untuk menemukan ide startup adalah dengan
melihat Google Trends dan Facebook untuk mengetahui topik apa yang sedang
populer di Indonesia saat ini. Contohnya apabila ada banyak orang yang mencari
informasi jasa badut, maka mungkin kamu punya peluang untuk membuat layanan di
bisnis serupa.
Contoh nyata
cara startup tanah air menemukan ide awal
StickEarn
StickEarn bermula
ketika para founder melihat bahwa layanan iklan di kendaraan
bermotor sudah ramai di negara lain seperti di Singapura dan Amerika Serikat.
Padahal, layanan seperti itu mereka anggap akan bermanfaat di tanah air, di
mana masyarakat menghabiskan rata-rata dua jam dalam sehari untuk pulang pergi
ke kantor.
Itulah
mengapa mereka mencoba untuk mengambil konsep tersebut dan menyempurnakannya
dengan teknologi yang baik dan cocok dengan pasar tanah air. Saat ini, mereka
telah mendapat pendanaan tahap awal (seed funding) sebesar
US$1 juta (sekitar Rp13,5 miliar) dari East Ventures.
HelloBeauty
Kepada Tech
in Asia Indonesia, founder HelloBeauty Dennish
Tjandra menyatakan bahwa ia mendapat ide untuk membangun HelloBeauty setelah
melihat istrinya mengalami kesulitan saat mencari make up artist yang
baik. Ia pun coba bertanya kepada orang lain, dan banyak dari mereka yang juga
mengalami masalah yang sama.
Untuk
mencari make up artist, mereka biasanya mencari-cari di Instagram,
kemudian menanyakan ketersediaan waktu dan tarif mereka satu per satu. Mereka
sebenarnya tidak menganggapnya sebagai suatu masalah, karena telah terbiasa
dengan segala kerumitan tersebut. Namun Dennish memutuskan bahwa proses
tersebut bisa ia buat lebih efektif dengan bantuan teknologi.
Jasaku
CEO Jasaku, Fanny
Setiadi Faizal, pernah bercerita kepada Tech in Asia Indonesia bahwa
ia mendapat ide untuk membuat marketplace jasa dengan cara
yang tidak terduga.
“Ketika
tengah berolahraga di sekitar rumah, saya melihat seorang pembantu rumah tangga
yang sibuk menelepon sang bos yang sedang berlibur di luar negeri, untuk
melaporkan kalau pompa air di rumah mereka rusak. Menurut saya, alangkah
mudahnya kalau ada sebuah layanan yang bisa memudahkan sang bos untuk memesan
jasa reparasi pompa,” jelas Fanny.
Ia dan tim
kemudian membuat sebuah platform penyedia jasa yang diberi nama TukangBenerin.
Namun mereka kemudian menyadari bahwa pemesanan jasa bisa lebih mudah dilakukan
lewat sebuah aplikasi mobile. Hal ini mendorong mereka untuk
beralih dari TukangBenerin dan fokus membuat aplikasi mobile bernama
Jasaku.
Di Jasaku
sendiri, jasa reparasi pompa bukanlah layanan yang paling banyak dipesan. Para
pengguna mereka kini justru banyak memesan layanan pet grooming.
Hal ini seperti menunjukkan bahwa sebuah ide awal bisa membawa kita ke ide lain
yang mungkin justru lebih potensial.
Sumber :
(Aditya Hadi Pratama)
id.techinasia.com/panduan-cara-mendapatkan-ide-startup-indonesia
0 komentar: